1. Dasar Hukum dan Pengertian Somasi
Istilah pernyataan lalai atau somasi
merupakan terjemahan dari ingebrekestelling. Somasi diatur dalam Pasal 1238 KUH
Perdata dan Pasal 1243 KUH Perdata.
Pengertian Somasi di dalam buku Salim
H.S.,S.H.,M.S. adalah teguran dari si berpiutang (kreditur) kepada si berutang
(debitur) agar dapat memenuhi prestasi sesuai dengan isi perjanjian yang telah
disepakati antara keduanya.
Somasi timbul disebabkan debitur tidak
memenuhi prestasinya, sesuai dengan yang diperjanjikan. Ada tiga cara
terjadinya somasi itu, yaitu :
1. Debitur
melaksanakan prestasi yang keliru, misalnya kreditur menerima sekeranjang jambu
seharusnya sekeranjang apel;
2. Debitur
tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah dijanjikan. Tidak memenuhi
prestasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu kelambatan melaksanakan
prestasi dan sama sekali tidak memberikan prestasi. Penyebab tidak melaksanakan
prestasi sama sekali karena prestasi tidak mungkin dilaksanakan atau karena
debitur terang-terangan menolak memberikan prestasi.
3. Prestasi
yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi kreditur setelah lewat
waktu yang diperjanjikan.
2. Bentuk
dan Isi Somasi
Bentuk somasi yang harus disampaikan
kreditur kepada debitur adalah dalam bentuk surat perintah atau sebuah akta
yang sejenis.
Yang berwenang mengeluarkan surat
perintah itu adalah kreditur atau pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat
yang berwenang adalah Juru sita, Badan Urusan piutang Negara, dan lain-lain.
Isi atau hal-hal yang harus dimuat dalam
surat somasi, yaitu :
1. Apa yang
dituntut (pembayaran pokok kredit dan bunganya);
2. Dasar
tuntutan (perjanjian kredit yang dibuat antara kreditur dan debitur); dan
3. Tanggal
paling lambat untuk melakukan pembayaran angsuran, pada tanggal 15 juli 2002.
3. Peristiwa-Peristiwa
yang tidak Memerlukan Somasi
Ada lima macam peristiwa yang tidak
mensyaratkan pernyataan lalai, sebagaimana dikemukakan berikut ini (Niewenhuis,
1988).
a. Debitur menolak Pemenuhan.
Seorang kreditur tidak perlu mengajukan
somasi apabila debitur menolak pemenuhan prestasinya, sehingga kreditur boleh
berpendirian bahwa dalam sikap penolakan demikian suatu somasi tidak akan
menimbulkan suatu perubahan (HR 1-2-1957).
b. Debitur mengakui kelalaiannya.
Pengakuan demikian dapat terjadi secara
tegas, akan tetapi juga secara implicit (diam-diam), misalnya dengan menawarkan
ganti rugi.
c. Pemenuhan prestasi tidak mungkin
dilakukan.
Debitur lalai tanpa adanya somasi,
apabila prestasi (di luar peristiwa overmacht) tidak mungkin dilakukan,
misalnya karena debitur kehilangan barang yang harus diserahkan atau barang
tersebut musnah. Tidak perlunya pernyataan lalai dalam hal ini sudah jelas dari
sifatnya (somasi untuk pemenuhan prestasi).
d. Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos)
Tidak diperlukannya somasi, apabila
kewajiban debitur untuk memberikan atau melakukan, hanya dapat diberikan atau
dilakuakn dalam batas waktu tertentu, yang dibiarkan lampau. Contoh klasik,
kewajiban untuk menyerahkan pakaian pengantin atau peti mati. Penyerahan kedua
barang tersebut setelah perkawinan atau setelah pemakaman tidak ada artinya
lagi.
e. Debitur melakukan prestasi tidak
sebagaimana mestinya.
Kelima cara itu tidak perlu dilakukan
somasi oleh kreditur kepada debitur . debitur dapat langsung dinyatakan
wanprestasi.
0 komentar:
Posting Komentar